Dalam kehidupan sehari-hari tidak jarang
kita menemui suatu problema yang memicu emosi yang akan membuat kita marah.
Pada umumnya, kemarahan seringnya
dilakukan dalam bentuk perbuatan yang diharamkan seperti pembunuhan, pemukulan
dan berbagai kejahatan yang melampaui batas. Terkadang dalam bentuk perkataan
yang diharamkan seperti tuduhan palsu, mencela dan perkataan keji lainnya.
Sebagai seorang muslim, saat dalam keadaan
marah maka berusahalah untuk menahannya, karena salah satu cirri orang yang
bertakwa adalah orang yang dapat menahan amarahnya.
Dalam Al-Qu’an Allah SWT berfirman :
Orang muslim haruslah menjadi kuat. Kuat disini bukan berarti kuat secara
fisik. Tetapi orang yang kuat menahan marahnya dalam menghadapi berbagai permasalahan
hidup ini.
Dan
dalam hadist lainnya :
عَن أَبِي هُرَيْرَة قَال :
أَنَّ رَجُلاً قَال لِلنَّبِيّ ( : أَوْصِنِي ، قَال : لَا تَغْضَبْ ، فَرَدَّدَ
مِرَاراً ، قال : لاَ تَغْضَبْ ) . رواه البخاري [صحيح البخاري:ج5/ص2267 ح5765]
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah -radhiallahu 'anhu- bahwa ada seseorang yang berkata
kepada nabi-shallallahu 'alaihi wa sallam-: "Berikan aku
wasiat/nasehat" Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Jangan kamu marah, kemudian nabi mengulangnya beberapa kali, dan beliau
berkata: Jangan marah." (HR. al-Bukhori juz.5 hal.2267 no hadits: 5765)
Berbahagialah bagi orang yang punya kesadaran
untuk menahan amarahnya, bukan tidak boleh marah tapi tahan sekuat-kuatnya
Imam AL-Ghazali dalam kitab ihya’
ulumuddin menuliskan marah itu adalah salah satu pintu masuknya setan, jika
setan telah masuk kepada diri kita maka setan akan mudah menghasut kita untuk
melakukan kemaksiatan atau hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT.
Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam
mangajarkan cara-cara menghilangkan kemarahan, diantaranya adalah:
1.
Membaca ta’awudz ketika marah.
Al Imam Al Bukhari dan Al Imam Muslim rahimakumullah
meriwayatkan hadits
عن سليمان بن صرد قال : (اسْتَبَّ رَجُلاَنِ عِنْدَ النَّبِىِّ -صلى
الله عليه وسلم- فَجَعَلَ أَحَدُهُمَا تَحْمَرُّ عَيْنَاهُ وَتَنْتَفِخُ
أَوْدَاجُهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنِّى لأَعْرِفُ
كَلِمَةً لَوْ قَالَهَا هَذَا لَذَهَبَ عَنْهُ الَّذِى يَجِدُ أَعُوذُ بِاللَّهِ
مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ) . متفق عليه
Dari
Sulaiman bin Shord berkata: "ada dua orang yang saling memaki di hadapan
rasulullah -SAW- dan mulailah salah satu dari keduanya memerah matanya dan tampak
urat lehernya maka rasulullah -SAW- pun bersabda: Sungguh aku mengetahui sebuah
kalimat yang kalau seandainya orang ini membacanya niscaya akan hilang darinya
apa yang sedang dia hadapi: aku berlindung kepada Allah dari syaithan
terkutuk." (Muttafaq 'alaihi)
2. Dengan duduk
Apabila dengan ta’awudz kemarahan
belum hilang maka disyariatkan dengan duduk, tidak boleh berdiri.
( إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ قَائِمٌ فَلْيَجْلِسْ ، فَإِنْ ذَهَبَ عَنْهُ الغَضَبُ وَإِلاَّ فَلْيَضْطَجِعْ). رواه أحمد [( 5/ 152 )وضعفه الألباني في السلسلة الأحاديث الضعيفة رقم: 6664]
"Apabila salah satu dari kalian marah dalam
keadaan berdiri maka duduklah, maka jika telah hilang kemarahannya (dengan cara
itu) dan jika tidak maka hendaklah dia berbaring." (HR. Ahmad 5/152,
dan haditsnya di-dho'if-kan oleh syaikh al-Albani di dalam ad-Dho'ifah nya no
hadits: 6664)
Hal ini karena
marah dalam berdiri lebih besar kemungkinannya melakukan kejelekan dan
kerusakan daripada dalam keadaan duduk. Sedangkan berbaring lebih jauh lagi
dari duduk dan berdiri.
3.
Tidak bicara.
إِذَا
غَضَبْتَ فَاْسكُتْ ، وَإِذَا غَضَبْتَ فَاْسكُتْ ، وَإِذَا غَضَبْتَ فَاْسكُتْ
Dalam hadits disebutkan :“Apabila diantara kalian marah maka diamlah.”
Beliau ucapkan tiga kali. (HR. Ahmad).
Banyak berbicara dalam keadaan marah membuat tidak
terkontrol sehingga terjatuh pada pembicaraan yang tercela dan membahayakan
dirinya dan orang lain.
4.
Berwudhu
Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam bersabda : ”Sesungguhnya marah
itu dari syaithan dan syaithan itu dicipta dari api, dan api itu diredam dengan
air maka apabila diantara kalian marah berwudlulah.” (HR. Ahmad dan yang
lainnya dengan sanad hasan).
5.
Shalat
Jangan biarkan kita berada di tempat yang
memancing kemarahan dan jika kita sudah marah sebaiknya kita bertaubat kepada
Allah swt.
Amarah tidak mutlak seratus persen
terlarang karena amarah itu bagian dari karunia Allah swt. Yang harus kita
ketahui amarah bagaimana yang bisa membawa barokah dan amarah bagaimana yang
bisa mendatangkan musibah.
Sebagai muslim berhati-hatilah
mengendalikan diri, jangan sampai terperangkap sifat marah yang akan
menjerumuskan kita pada dosa dan kehinaan baik dalam pandangan Allah SWT maupun
manusia.
Maka wajib bagi setiap muslim menempatkan
nafsu amarahnya terhadap apa yang dibolehkan oleh Allah SWT tidak melampaui
batas terhadap apa yang dilarang sehingga nafsu dan syahwatnya menyeret kepada
kemaksiatan, kemunafikan apalagi sampai kepada kekafiran. Kesempatan baik ini
untuk melatih diri kita menghilangkan sifat pemarah dan berupaya menjadi orang
yang tidak mudah marah.
Ketika kita melihat agama Allah
direndahkan dan dihinakan, maka kita harus marah karena Allah terhadap
pelakunya. Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam tidak pernah marah jika celaan
hanya tertuju pada pribadinya dan beliau sangat marah ketika melihat atau
mendengar sesuatu yang dibenci Allah maka Beliau tidak diam, beliau marah dan
berbicara.
Ketika kita melihat kemungkaran terjadi
kita berhak marah dan mencegah kemungkaran tersebut.
Komentar
Posting Komentar